DROPPIISHOPS.COM – Hamparan putih menyelimuti lautan pasir Gunung Bromo, menciptakan ilusi yang menakjubkan. Di bawah sinar fajar yang perlahan memancar, pasir vulkanik hitam seakan menghilang, digantikan kilauan kristal yang menyerupai salju—keajaiban yang memukau banyak mata di tanah tropis ini.

Fenomena viral ini tak butuh waktu lama untuk menarik ribuan wisatawan, berlomba-lomba mengabadikan momen unik yang hanya bertahan beberapa jam sebelum sinar matahari pagi menghilangkannya.

Namun, keajaiban ini sesungguhnya menyimpan rahasia ilmiah. “Salju” di Bromo bukanlah salju sungguhan, melainkan hasil fenomena embun beku yang secara lokal disebut “embun upas,” atau sering diterjemahkan secara harfiah sebagai “embun beracun.” Dalam sains, embun ini lebih dikenal sebagai frost.

Berburu Keindahan Sebelum Meleleh

Bagi Sandi Kurniawan, salah seorang pengunjung, keindahan ini adalah pengalaman sekali seumur hidup. Mendengar cerita sebelumnya membuatnya rela menempuh perjalanan dari Malang dini hari hanya untuk mengejar fenomena ini.

“Saya sengaja datang pagi-pagi, katanya kalau sudah siang kristalnya mencair,” ujar Sandi dengan antusias.

“Syukur banget keburu lihat langsung. Dalam foto, warnanya benar-benar putih seperti salju luar negeri, seru banget buat posting di Instagram,” tuturnya, mencerminkan kegembiraan banyak pengunjung lainnya.

Antusiasme ini berimbas pada meningkatnya jumlah kunjungan ke kawasan Bromo. Berdasarkan data Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), selama tahun 2024 saja sektor wisata ini menyumbang lebih dari Rp21 miliar ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagian besar didukung oleh daya tarik embun beku yang memikat.

Keajaiban Sains di Balik Kristal Es

Lalu, bagaimana mungkin “salju” bisa muncul di negara tropis seperti Indonesia? Jawabannya terletak pada interaksi unik antara kondisi atmosfer dan lingkungan Bromo.

Endrip Wahyutama, Pranata Humas Balai Besar TNBTS, menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan siklus alami di kawasan pegunungan saat musim kemarau mencapai puncaknya. Tiga faktor utama yang berperan adalah langit cerah, kelembapan rendah, dan tingginya lokasi geografis.

Suhu malam hari di kawasan Bromo bahkan dapat turun hingga 5°C atau lebih rendah. Secara ilmiah, berikut penjelasan di balik proses pembentukan embun beku:

1. Pelepasan Panas Signifikan

Pada malam hari musim kemarau, langit Bromo hampir tidak berawan. Awan biasanya bertindak sebagai penghalang yang menjaga panas bumi tetap terperangkap. Ketika langit bersih, panas bumi terlepas ke atmosfer dengan cepat, menyebabkan suhu permukaan turun drastis.

2. Mencapai Titik Beku

Akibat pelepasan panas tersebut, suhu pasir atau dedaunan dapat turun hingga di bawah 0°C meskipun suhu udara satu-dua meter di atasnya tidak se-ekstrem itu.

3. Kristalisasi Uap Air

Uap air yang ada di udara kemudian bersentuhan dengan permukaan super dingin ini, langsung berubah menjadi es tanpa melalui fase cair—proses yang disebut sublimasi. Hasil akhirnya adalah lapisan tipis kristal es yang tampak seperti salju bagi mata manusia.

Secara sederhana, malam hari di Bromo bagaikan freezer alami berukuran raksasa yang menciptakan keindahan sementara.

Keindahan yang Rapuh dan Sebuah Peringatan Penting

Di balik daya tariknya, embun upas menyimpan ancaman terselubung, sesuai dengan nama yang diwariskan oleh leluhur suku Tengger. Bagi tanaman pertanian, lapisan es ini bisa menjadi bencana yang mengakibatkan gagal panen, sehingga dijuluki “embun beracun”.

Endrip Wahyutama memberikan peringatan tegas kepada para wisatawan yang terpikat oleh keindahan fenomena ini. Ia menyampaikan, meskipun terlihat memukau, pengunjung diminta untuk tidak menyentuh atau menginjak tanaman yang tertutup es.

Tanaman khas Bromo, seperti edelweiss jawa dan berbagai jenis rumput endemik, memiliki ekosistem yang sangat rentan. Menginjak lapisan es yang menutupi tanaman dapat merusak tunas dan akar secara permanen. Hal ini merupakan bagian penting dari ekosistem alam yang harus dijaga dan dibiarkan tetap lestari.

Baca Juga : Gelombang Kotak-Kotak, Fenomena Alam Indah Namun Mematikan

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *